Review Film

Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

Unsur Intrinsik
1. Tokoh:
• Muluk: diperankan oleh Reza Rahardian. Adalah seorang sarjana management yang tak kenal putus asa dalam mencari pekerjaan.
• Samsul: sarjana pendidikan yang kerjanya hanya bermain gaple di pos ronda. Diperankan oleh Asrul Dahlan.
• Pipit: putri haji sarbini yang pekerjaannya hanya mengikuti kuis di tv. Karakter ini diperankan oleh Ratu Tika Bravani. Bersama dengan Samsul mengajar para pencopet.
• Pak Makbul : Ayah Muluk yang diperankan oleh sang sutradara sendiri, yakni Dedy Mizwar. Seorang ayah yang taat pada ajaran agamanya.
• Haji Rahmat: Ayah Pipit yang juga bertetangga dengan Muluk.
• Para Pencopet: Komet, Glen, Ribut dll.
2. Alur
Alur maju. Karena menceritakan secara runtut peristiwa dari awal sampai akhir.
3. Setting/latar
Rumah Muluk, rumah Pipit, pos ronda, pasar, mall, bangunan tua, dll.

Kata-kata filosofis
Itu hasil pendidikan sul, kalo lo nga berpendidikan, lo nga akan tahu kalau pendidikan itu nga penting, makanya pendidikan itu penting ~ Muluk

Sinopsis
Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) merupakan film yang disutradarai oleh Deddy Mizwar dan didukung oleh sejumlah pemain seperti Reza rahardian, Slamet Rahardjo, Tio Pakusadewo dll. Film yang sarat akan pesan moral dan kritikan sosial yang tersampaikan dengan apik dari awal film sampai akhir.
Film ini mengisahkan mengenai Muluk (Reza Rahadian), seorang pemuda yang mempunyai gelar sarjana management, namun masih belum menemukan pekerjaan yang tepat untuknya. Akan tetapi, ia tak pernah patah semangat. Ia selalu mendapat dukungan dari sang ayah, Pak Makbul (Deddy Mizwar), serta sang kekasih, Rahma. Suatu ketika, saat Muluk sedang melewati pasar, ia bertemu dengan pencopet cilik yang bernama Komet sedang mencopet seorang bapak-bapak. Merasa tersinggung karena tahu betapa susahnya mencari uang, Muluk pun menangkap pencopet itu dan berniat membawanya ke kantor polisi. Namun urung dilakukannya.
Merasa tertolong karena tidak diadukan ke polisi, pencopet cilik ini mulai akrab dengan Muluk dan dia membawanya ke markas pencopet. Lalu, Muluk diperkenalkan dengan Bang Jarot (Tio Pakusadewo) selaku bos pencopet yang mengurus sekumpulan anak-anak yang pekerjaannya tidak lain adalah mencopet. Muluk mengajak Bang Jarot dan anak-anak pencopet ini untuk melakukan kerjasama dengannya. Sebuah kerjasama yang melibatkan ilmu yang didapatnya dari bertahun-tahun kuliah, yakni manajemen. Ia akan melakukan sistem manajemen terhadap setiap penghasilan yang didapat dari setiap pencopet di setiap harinya. Muluk beralasan, dengan cara ini, maka sedikit demi sedikit, uang tersebut akan terkumpul dan para pencopet cilik tersebut nantinya dapat membuka sebuah usaha dan tak perlu lagi mencopet. Dengan mengenakan biaya 10% dari hasil setiap mencopet akan diberikan pada Muluk, Jarot pun setuju menjalani kerjasama tersebut.
Kemudian dengan bantuan dari dua orang temannya, Pipit (Ratu Tika Bravani) dan Samsul (Asrul Dahlan), untuk mengajarkan anak-anak tersebut ilmu kewarganegaraan serta ilmu agama. Hasilnya, kini anak-anak pencopet tersebut telah menjadi orang yang “berpendidikan”, baik secara sosial maupun relijius. Namun, apakah pendidikan mampu membuat mereka untuk berhenti dari mencopet?
Berbagai kritik moral dan sosial yang terjalin di sepanjang jalan cerita film ini, tentu saja merupakan sebuah tamparan keras pada mereka orang-orang yang mengaku berpendidikan dan memiliki nilai moral tinggi, namun dengan tega merampas hak-hak rakyat yang seharusnya mereka berikan. Hal ini mampu disampaikan Deddy Mizwar dengan jalan yang lancar, komikal dan dipenuhi anekdot-anekdot politis yang pas ukurannya. Hasilnya, tanpa disadari oleh setiap penontonnya, berbagai pendidikan moral nan religius mengalir lancar dalam 100 menit masa penayangan film ini.
Dengan cemerlang, Deddy Mizwar dapat membungkus pesan-pesan menusuk tersebut lewat kemasan komedi yang menghibur. Walau disampaikan dengan tidak serius dan dibawakan lucu oleh para pemainnya, namun jangan salah, justru formula seperti ini yang biasanya mujarab menyentil hati nurani kita. Sepertinya tidak ada satu pun yang luput dari kritikan, apalagi ketika berbicara soal para petinggi negeri ini yang duduk di kursi empuk setiap harinya. Dengan menggunakan simbol `pencopet`, Deddy Mizwar berusaha menyampaikan pesan-pesan moral ke dalam film. Dialog-dialog yang hadir sepertinya secara halus menyentil mereka (para pemimpin negeri) yang tidak lagi peduli dengan nasib bangsa ini dan mereka yang “betah” memperkaya diri sendiri, membuang muka dari kenyataan bahwa negeri ini sedang menderita. Mungkin juga kritikan tersebut akan mampir mengetuk hati nurani kita, setidaknya berharap bisa sedikit mengingatkan betapa “lucunya” tanah air yang kita tinggali dari lahir ini.
Alangkah Lucunya (Negeri Ini) ditampilkan dengan ringan sehingga mudah mengena kepada para penontonnya. Dengan dukungan barisan jajaran pemeran yang sangat kuat, naskah cerita yang tampil sederhana dan tidak berlebihan, serta dukungan teknis berupa tata suara dan sinematografi yang seringkali mengisi masuk ke dalam jalan cerita yang disampaikan, Alangkah Lucunya (Negeri Ini) mungkin akan menjadi suatu fenomena tersendiri di industri film Indonesia dimana film ini mampu berbicara secara kualitas serta dengan mudah akan disukai para penontonnya.

Emha Hafidh

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment